Wednesday, May 16, 2012

Leadership Forum: Seperti Apakah Kita Dikenang Ketika Sudah Tidak Ada

Kami orang melayu mempunyai pepatah. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama baik dan prestasi. Hari ini aku mengenang sahabat yang wafat kemarin di Kalimantan, dan aku mengenangnya dengan segenap perasaan positif dan perasaan kehilangan (mantan) rekan kerja yang produktif dan membantuku tumbuh lebih baik.

Pada batasan yang sempit atau luas, semua orang adalah pemimpin. Baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun di organisasi/perusahaan.

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?

Jadi teringat kisah nyata di sebuah bank pemerintah dulu kala. Ada sebuah cabang yang begitu pimpinan cabangnya dilengserkan direksi, segenap karyawan cabang membuat ritual “buang sial” dengan melemparkan anjing ke laut. Mungkin kalian ada yang mau protes, kok anjingnya dibegitukan sih? Tapi sebegitulah besarnya benci mereka terhadap (bekas) pemimpin mereka yang mereka samakan dengan anjing.

Di bank yang lain pernah juga terjadi seorang direktur yang begitu dilengserkan RUPS, divisi yang dulu dibawahinya membuat ritual buang sial dengan memotong tumpeng. Lucunya bekas direktur yang tidak tahu menahu maksud pemotongan tumpeng ini malahan ikut makan tumpeng itu. Pas sekali ya. Para inisiator tumpengan pandang-pandangan, buang muka dan terkikik-kikik tertawa geli sambil terjongkok-jongkok.

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?

Sudah baikkah kita sebagai pemimpin? Apakah sikap mental kita sudah benar? Adil, jujur dan amanah? Apakah itu sudah terpancar dalam bentuk keteladanan?

Ataukah kita memakai ilmu katak? Katak itu kalau mau naik ke atas permukaan air tangannya seperti menyembah ke atas, posisinya kemudian menyikut kesamping dan kakinya menendang ke bawah. Apakah kita dalam berinteraksi di organisasi seperti itu? Menyembah atasan, bersikap yes man membabi buta dan rajin menjilat. Kesamping menyikut rekan seiring, khianat seperti oportunis sejati dan kepada anak buah/bawahan kita menendang merendahkan, menganggap segala pengabdian mereka sebagai take it for granted?

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?