Tuesday, December 11, 2012

Personal Competitive Advantage

Dalam konteks manajemen strategik, Jack Welch mantan CEO General Electrics yang legendaris pernah mengungkapkan bahwa, if you don’t have competitive advantage, don’t compete. Artinya jangan berani-berani memasuki pasar dan bersaing jika perusahaan anda tidak memiliki daya saing.

Competitive advantage (daya saing) adalah suatu keunggulan strategis yang kita miliki, namun tidak dimiliki oleh pihak lain. Dalam konteks manajemen pengembangan diri, ungkapan Jack Welch ini relevan bagi setiap orang. Kalau anda kalah cakap, kalah kompeten dibandingkan teman-teman, anda pasti akan tersisih. Oleh karenanya bersiagalah dan evaluasilah diri dari sekarang. Jangan kalang kabut hanya ketika teman-teman seangkatan telah dipromosikan, dinaikkan gajinya, atau pindah ke tempat lain dengan posisi dan gaji yang lebih baik, sementara anda tidak. Tapi tidak ada kata terlambat. Anda dapat mulai evaluasi diri dari sekarang.

Dari pengamatan saya ada dua kesalahan yang umumnya dibuat oleh orang-orang yang demikian. Pertama, bersikap GR. Menyangka telah memiliki competitive advantage, padahal tidak. Ada kecenderungan newly recruited berhenti belajar ketika telah lulus seleksi dan menjadi karyawan suatu perusahaan. Ketika ia telah menjadi karyawan tetap, ia berada dalam suatu zona nyaman yang pewe sekali. Terbebas dari keharusan belajar, menuntut ilmu yang dirasakan sebagai beban ketika masih menuntut ilmu di sekolah/perguruan tinggi. Padahal belajar itu tidak mengenal kata berhenti. Ketika anda diterima sebagai karyawan, kualifikasi dan kompetensi anda dianggap pas untuk melakukan tuntutan/persyaratan pekerjaan. Namun tuntutan dan persyaratan pekerjaan tidak pernah statis. Selalu naik tinggi dan meningkat terus. Jadi jika anda tidak meningkatkan kualifikasi anda, maka dengan cepat anda akan kelihatan tidak cakap dan tidak kompeten. Ingat, tidak ada atasan yang tertarik mempromosikan bawahan yang tidak kompeten karena hanya membuat mereka terlihat tidak kompeten pula.

Kedua, tidak mengenali apa yang menjadi competitive advantagenya. Banyak karyawan yang bekerja seperti robot, hanya bekerja sesuai perintah atasannya. Memang banyak sekali pemimpin tidak cakap yang gaya kepemimpinannya membunuh inisiatif bawahan dan memandulkan semua kesempatan bawahannya untuk berkembang. Namun kesempatan berkembang dan menikmati promosi bukan hanya ke atas, di dalam unit kerja yang sama. Promosi bisa juga dinikmati secara diagonal, menduduki jabatan yang lebih tinggi di unit kerja lain. Oleh karenanya, pasrah bongkokan membiarkan karir anda mati sebelum waktunya bukanlah pilihan yang bijak. Temukan dimana letak competitive advantage anda. Manfaatkan hal tersebut untuk melakukan pekerjaan anda sebaik mungkin sehingga terlihat istimewa. Melakukan pekerjaan dengan istimewa menghasilkan sinar kecemerlangan yang pasti terlihat oleh atasan-atasan lain. Bila atasan anda tidak tertarik, mereka lebih dari tertarik untuk mempromosikan anda di dalam unit kerjanya.

Bagaimana sebaiknya?

Jadilah karyawan yang haus belajar. Tanya ke atasan anda, apa saja rencana training anda tahun ini. Atasan yang cakap selalu memiliki training plan dan rencana pengembangan untuk setiap bawahannya. Kalau dia tidak cakap, jangan menyerah. Setiap PC kita terkoneksi dengan internet. Gunakan itu untuk memperoleh hal-hal yang baru. Misalnya ada istilah baru spiritual service. Buka internet, googling untuk cari tahu apa itu. Ciptakan kebiasaan untuk membaca buku atau media belajar lainnya. Gunakan kreatifitas anda untuk menemukan sumber-sumber belajar anda. Intinya ikuti perkembangan dan pastikan anda ikut berkembang. Setelah itu, amati, diskusikan dan kenali dimana competitive advantage anda dan pastikan anda dapat memanfaatkannya di tempat kerja. Bina relasi yang baik dengan setiap orang dan pastikan mereka mengingat anda dan mengkaitkan anda dengan suatu karakteristik baik apapun yang merupakan competitive advantage anda.

Wednesday, May 16, 2012

Leadership Forum: Seperti Apakah Kita Dikenang Ketika Sudah Tidak Ada

Kami orang melayu mempunyai pepatah. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama baik dan prestasi. Hari ini aku mengenang sahabat yang wafat kemarin di Kalimantan, dan aku mengenangnya dengan segenap perasaan positif dan perasaan kehilangan (mantan) rekan kerja yang produktif dan membantuku tumbuh lebih baik.

Pada batasan yang sempit atau luas, semua orang adalah pemimpin. Baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun di organisasi/perusahaan.

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?

Jadi teringat kisah nyata di sebuah bank pemerintah dulu kala. Ada sebuah cabang yang begitu pimpinan cabangnya dilengserkan direksi, segenap karyawan cabang membuat ritual “buang sial” dengan melemparkan anjing ke laut. Mungkin kalian ada yang mau protes, kok anjingnya dibegitukan sih? Tapi sebegitulah besarnya benci mereka terhadap (bekas) pemimpin mereka yang mereka samakan dengan anjing.

Di bank yang lain pernah juga terjadi seorang direktur yang begitu dilengserkan RUPS, divisi yang dulu dibawahinya membuat ritual buang sial dengan memotong tumpeng. Lucunya bekas direktur yang tidak tahu menahu maksud pemotongan tumpeng ini malahan ikut makan tumpeng itu. Pas sekali ya. Para inisiator tumpengan pandang-pandangan, buang muka dan terkikik-kikik tertawa geli sambil terjongkok-jongkok.

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?

Sudah baikkah kita sebagai pemimpin? Apakah sikap mental kita sudah benar? Adil, jujur dan amanah? Apakah itu sudah terpancar dalam bentuk keteladanan?

Ataukah kita memakai ilmu katak? Katak itu kalau mau naik ke atas permukaan air tangannya seperti menyembah ke atas, posisinya kemudian menyikut kesamping dan kakinya menendang ke bawah. Apakah kita dalam berinteraksi di organisasi seperti itu? Menyembah atasan, bersikap yes man membabi buta dan rajin menjilat. Kesamping menyikut rekan seiring, khianat seperti oportunis sejati dan kepada anak buah/bawahan kita menendang merendahkan, menganggap segala pengabdian mereka sebagai take it for granted?

Sebagai pemimpin, seperti apakah kita ingin dikenang ketika kita sudah tidak ada?

Thursday, March 15, 2012

Menjalankan Program Efisiensi di Perusahaan, dengan pendekatan budaya perusahaan

Pengantar
Ketika atasan memerintahkan kita melakukan efisiensi, maka sebenarnya mereka bukan hanya sekadar meminta kita melakukan penghematan biaya. Tapi lebih dari itu, yakni peningkatan kinerja, termasuk kinerja dalam ukuran rupiah maupun waktu. Program efisiensi adalah program untuk memastikan perencanaan dan pengelolaan kerja yang optimal dengan menggunakan metode yang tepat demi mendapatkan kinerja yang lebih baik, biaya (biaya operasional dan tenaga kerja) yang lebih optimal serta waktu yang lebih cepat. Melakukan efisiensi berarti melakukan semua aktivitas doing the right things right, dengan tujuan memperoleh hasil sama dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit, dan/atau memperoleh hasil yang lebih baik dengan biaya dan waktu yang sama.
Dalam membuat setiap program efisiensi sebagai suatu pendekatan budaya, perlu didahului oleh perubahan paradigma dari setiap stakeholder yang terlibat, yakni:

Paradigma lama Paradigma baru
Permasalahan Sikap reaktif Sikap proaktif
Analisis Perasaan dan intuisi Data
Fokus utama Produk dan jasa yang dihasilkan Proses menghasilkan
Kontrol Eksternal Self control
Level partisipasi Kepatuhan Komitmen
Tanggungjawab Atasan/manajemen Semua pihak

Tantangan
Menjalankan program efisiensi adalah suatu proses yang membutuhkan banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Seringkali hasil implementasi suatu program baru dapat dirasakan beberapa waktu kemudian sehingga membuat banyak pihak yang terlibat enggan mempertahankan komitmen dan endurancenya dalam menjalankan program ini. Penting untuk diingat bahwa menjalankan program ini bukanlah sekadar menjalankan program instant yang pasti memberikan semua hasil yang diinginkan secara instant pula. Setiap program efisiensi membutuhkan komitmen yang tinggi, disiplin, kerjasama serta ketekunan dari setiap pihak yang terlibat untuk menjalankan berbagai program yang dipilih. Bahkan adakalanya untuk menjalankan berbagai program efisiensi, penggunaan sistim reward dan punishment yang sesuai perlu dipertimbangkan untuk memastikan keberlangsungan program ini secara ajeg.

Manajemen Program Efisiensi
Dalam penerapannya, perancangan program efisiensi operasional dapat mengikuti kaidah umum dalam manajemen aktivitas kerja yaitu plan-do-check-action yang juga dikenal sebagai siklus PDCA. Namun untuk keperluan penyusunan program, siklus ini mengalami improvisasi sedikit sehingga tahapan-tahapan menjadi:

1. Prioritas (prioritize): Didahului dengan aktivitas brainstorming untuk mengumpulkan masalah-masalah ada, kemudian dari kumpulan masalah tersebut menentukan masalah apa yang dianggap menduduki prioritas utama untuk diatasi. Proses kerja mana yang harus diintervensi atau, proses mana yang bila diintervensi akan memberikan kontribusi tertingggi bagi peningkatan kepuasan pelanggan
2. Ukur (measure): Mengukur bagaimana level atau tingkatan kemampuan proses itu dalam menghasilkan produk dan jasa pada kondisi sekarang agar kemudian dapat ditetapkan target dan sasaran.
3. Analisa (analyze): Mendapatkan gambaran umum tentang proses kerja (mapping) untuk mendapatkan informasi mengenai efisien tidaknya proses tersebut. Misalnya kapan dan dimana sering terjadi keadaan tertentu (penundaan, pengulangan, dan pemborosan)?
4. Tingkatkan (Improve): Menentukan faktor-faktor utama yang menentukan hasil suatu proses pekerjaan. Kemudian melakukan improvement, pengembangan, modifikasi dan implementasi atas berbagai alternatif solusi yang bisa dikembangkan. Inisiatif improvement ini dapat berupa proses kerja baru, program baru atau metode kerja yang lebih disempurnakan.
5. Kontrol (Control): Menentukan kontrol apa yang dapat dilakukan untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai.

Penutup
Tak pelak lagi, tindakan efisiensi dibutuhkan oleh setiap perusahaan yang ingin meningkatkan valuenya. Manfaat terpenting dan paling nyata dari penerapan program ini adalah delivery produk dan layanan yang lebih cepat, biaya yang lebih hemat dan menjadikan perusahaan lebih efektif dan efisien. Manfaat lain program efisiensi adalah menimbulkan budaya agar kita berani melihat kemampuan diri sendiri, berani membandingkannya dengan standar yang lebih tinggi serta berani pula mengambil langkah-langkah proaktif untuk meningkatkannya. Disamping itu program efisiensi akan menciptakan budaya serta lingkungan kerja yang lebih bertanggung jawab, partisipatif serta mendorong kerjasama yang lebih baik.

Monday, February 27, 2012

Manajemen Diri ala Donald Trump

Donald John Trump (66 tahun, lahir 14 Juni 1946) adalah seorang pengusaha bisnis dan juga penulis yang sangat berhasil. Ia merupakan CEO dari Trump Organisation, sebuah perusahaan real estat yang memfokuskan diri untuk pasar kalangan atas. The Apprentice, acara reality show TV yang diproduseri dan dibintanginya sendiri menuai sukses besar di seluruh dunia dan pada saat ini telah memasuki musim pemutaran yang ke 5.
Sebagai seorang pengusaha, karir Donald telah bergerak naik turun seperti roller coaster. Dengan bimbingan ayahnya, Fred Trump seorang pengusaha real estat yang sangat cakap, Donald meniti karir di bidang property dan berhasil mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1980 an. Praktis ia memiliki segalanya sehingga ia sendiri waktu itu mengaku percaya bahwa semua yang disentuhnya akan berubah menjadi emas. Namun pada akhir tahun 80-an bisnisnya jatuh ke titik terendah dimana ia harus berhutang 9,2 milyar dollar kepada hampir seratus bank. Luar biasa, setelah selama tahun 90 an berusaha susah payah mengangkat diri dan bisnisnya dari jurang kebangkrutan, kini sejak akhir 90 an ia berhasil kembali ke puncak kejayaannya.

Pelajaran dari Donald Trump
Pelajaran No. 1, Tetap Fokus. Donald Trump mengaku kebangkutannya dulu adalah karena ia tidak fokus terhadap pekerjaannya sebagai eksekutif perusahaan. Ia sering meninggalkan kantornya bukan untuk urusan pekerjaan sementara usahanya sedang kritis karena pasar real estat sedang jatuh. Namun Donald seorang yang belajar melalui kesalahan. Kini ia bekerja sama kerasnya seperti saat ia muda, dan tetap fokus. Kurang perhatian membunuh bisnis.
Donald percaya akan pentingnya sebuah momentum. Ia bercermin dari peristiwa yang menimpa William Levitt, seorang pengembang ulung yang sangat sukses. Pada tahun 1956 Levitt menjual perusahaannya kepada ITF seharga 100 juta dollar dan memutuskan pensiun untuk menikmati kekayaannya. Namun 20 tahun kemudian tergoda untuk kembali berbisnis real estat  hanya untuk menjadi bangkrut. Levitt telah kehilangan momentumnya. Donald mengatakan bahwa setiap orang harus terus waspada terhadap hal-hal yang terjadi di bidang anda, dan terus mengasah dan meningkatkan pengetahuan. Donald mengatakan bahwa ahli bedah terbaik sekalipun perlu tetap berlatih secara teratur. Ia benar. Pelajaran No. 2, Selalu Mengasah Kepandaian. Berlatih merupakan cara agar seseorang tetap handal dan kompeten untuk dapat bekerja optimal pada bidang yang ditekuni. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Steven Covey sebagai habit ke 7, yaitu Selalu Asah Gergajimu. Artinya asah ketrampilanmu. Ini adalah cara yang terbaik untuk mempertahankan tingkat pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan mereka. Selalulah berlatih.
            Pada tahun 1987 Donald pernah menulis sebuah buku best seller berjudul The Art of The Deal (seni berunding). Salah sebuah bab di dalamnya berjudul Kisah West Side, yakni mengenai akuisisi West Side sebuah tanah seluas 100 are di pinggir sungai Hudson, New York. Donald memperoleh proyek ini dengan susah payah dan hendak membangunnya menjadi properti yang luar biasa. Sekarang proyek tersebut (Trump Place) telah berjalan tujuh belas tahun lamanya dan masih terus dibangun. Pelajaran No 3, Milikilah Keuletan. Sesuatu yang bagus tidak dapat tercipta dalam semalam. Trump Palace merupakan contoh yang baik tentang mengapa keuletan itu penting dalam bisnis. Tingkat kesulitan pembangunannya menguras energi dan uang namun Donald tetap sabar dan tekun. Kini Trump Place hampir menjadi kenyataan, dengan dihiasi taman seluas 11,6 ha memiliki enambelas buah gedung yang dirancang dengan indah ditepian sungai Hudson. Tanpa keuletan, proyek besar senilai 5 milyar dollar ini mustahil terwujud.
            Donald Trump sangat menyukai Golf. Ia menganggap golf dapat memberikannya keseimbangan yang tidak selalu dapat ia temukan dikantor. Golf merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan ketrampilan bisnis, belajar melakukan manuver. Golf melibatkan teknik dan ketrampilan dan hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu konsentrasi serta penaksiran. Golf membangkitkan gairah dan antusiasme. Gairah dan antusiasme adalah bahan bakar yang diperlukan untuk tetap tekun dan ulet. Pelajaran No. 4, Milikilah gairah dan antusiasme. Milikilah gairah dan antusiasme dalam skala besar. Donald Trump percaya bahwa orang-orang yang bergairah tidak akan pernah menyerah karena tidak akan memiliki alasan untuk menyerah. Gairah merupakan momentum tak berwujud yang dapat membuat anda gigih dan berhasil.
            Donald Trump tidak percaya bahwa sukses datang dengan sendirinya, seperti garis lurus dari A ke Z. Setiap orang mempunyai hal yang utama yang dibutuhkan untuk menjadi sukses. Bagian dari proses sukses ini adalah mengerjakan pekerjaan rumah, agar anda dapat tahu terlebih dahulu apa yang sedang dan akan dijalani.  Pelajaran No. 5, Milikilah Informasi. Ketahui keterbatasan anda sehingga anda tahu informasi apa yang harus dibutuhkan agar anda bisa mengatasi keterbatasan anda tersebut. Dalam bisnis apapun yang utama adalah mengerti bagaimana prosesnya. Jika tidak mengerti proses suatu bisnis tidak ada orang yang mampu bertahan untuk mencari kesuksesan dalam bisnis tersebut. Jadi, lakukan pekerjaan rumah anda untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai bisnis ataupun bidang yang anda tekuni. Cari tahu informasi sebanyak mungkin tentang apa yang direncanakan untuk dikerjakan agar sewaktu mengerjakan anda menguasai segala faktor yang dibutuhkan untuk sukses.

Kesimpulan dan Diskusi
Donald Trump tidak berbicara seperti Dressler yang mampu menerangkan apakah itu Pengembangan Sumberdaya Manusia dan secara teoritis dapat menjelaskan bagaimana dan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembangkannya. Donald Trump adalah seorang praktisi yang mengembangkan sumberdaya manusia dengan cara trial dan error melalui pengembangan dirinya sendiri.
Agaknya mustahil bagi Donald Trump membangun kerajaan bisnis sendirian. Ia membutuhkan dukungan dan kerja sama dari seluruh karyawannya (saat ini lebih dari 20 ribu orang)  untuk dapat menjadi sukses. Sukses bagi Donald Trump didahului dengan membangun karyawan yang memiliki ciri-ciri karakteristik seperti dirinya sendiri. Ciri-ciri tersebut diuraikan di atas menjadi kompetensi dasar bagi seluruh karyawan Trump Organisation saat ini yaitu: Fokus, Selalu Mengasah Kepandaian, Ulet,  Bergairah & Antusias, Selalu Terinformasi.

Performance Management


Performance Management is the communication between employee and manager about what needs to be done, how they did and what improvement could be made. We manage through developing desired competences and building human capital within organizations. It plays a key integrating role within an organization's human resource processes. Firstly, it provides a checking mechanism for resourcing policies and procedures (i.e. evaluating the quality of newly hired and also the underlying decision-making process). Secondly, it identify and promote desirable work behavior and monitors employee commitment and the relevance of their working behavior to business objectives. Thirdly, it provides a rationale for an organization's pay policies by linking rewards to measured performance.

Performance Management Cycle
1.    Performance Planning: Seting an Objectives
The objective should be central to the goals of the organization. Ensure that the objective aligned with the mission of the organization.

An objective is simply a statement of what is to done and should be stated in terms of results. A mnemonic aid to write objectives is SMART (Specific, Measurable, Attainable, Result-oriented, Time-limited).

Specific: An objective must be specific with a single key result. If more than one result is to be accomplished, more than one objective should be written. Just knowing what is to be accomplished is a big step toward achieving it.
Measurable: State the objective as a quantity. However, difficulty does not mean that they cannot be measured.
Attainable: An objective must be attainable with the resources that are available. It must be realistic.
Result-oriented: The successful completion of the objective should make a difference.
Time-limited: The objective should be traceable. Specific objectives enable time priorities to be set and time to be used on objectives that really matter.

To test for validity of SMART objectives, ask yourself the following questions.
S = Exactly what is my objective?
M = What would a good job look like?
A = Is my objective feasible?
R = Is my objective meaningful?
T = Is my objective traceable?

2.   Coaching The People.
The two greatest impediments to worthy performance are the lack of direction and the lack of feedback. For some reason managers don't always give their staff enough direction and feedback. It is become every manager’s responsibility to ensure that every people under his supervision can achieve the performance standards desired by giving them direction and feedback
3.   Performance Appraisal
In general, the performance appraisal means evaluating employee or group performance against the elements and standards in an employee's performance plan and assigning a summary rating of record. 
4.   Performance Counselling
The way to communicate to the employee if he is on target regarding a goal he is trying to achieve. The purpose is to reinforce or correct the employee’s behavior.
5.   Performance Rewarding
Rewarding means recognizing employees, individually and as members of groups, for their performance and acknowledging their contributions to the company’s mission. A basic principle of effective management is that all behavior is controlled by its consequences. Those consequences can and should be both formal and informal and both positive and negative.

Sunday, February 26, 2012

Challenge Our Limits


Kejar karir setinggi mungkin. Setuju? Ya dong. Tapi kamu commited nggak?
Bagi profesional yang sudah melewati pertengahan 30-an tantangan terbesar mereka adalah terlena di zona kenyamanan dan tidak mau berubah. Jika upaya saya, metode saya, ketrampilan saya, dan strategi saya saat ini dapat menghantarkan saya pada posisi yang sekarang ini, ya sudah cukup dong. Saya puas kok dengan keadaan yang sekarang ini. Ngapain harus berubah? Begitu kira2 bunyi bujukan zona kenyamanan itu.
Bisnis itu dinamis, selalu berubah. Apa yang dulu menguntungkan, mungkin saat ini merugi, metode apa yang dulu dianggap canggih, sekarang dianggap usang, pendekatan yang dulu efektif, sekarang sudah tidak mempan lagi. Itulah dinamika bisnis. Jadi organisasi mesti berubah agar bisa menandingi perubahan yang ada. Organisasi yang dulu gemuk dan tebal, kini mengikuti trend sehingga kelihatan lebih ramping demi efektivitas komunikasi. Dulu yang demi sila ke 5 Pancasila memaksakan padat karya, sekarang menjadi padat modal dan padat teknologi. Kalau tidak mau berubah organisasi tidak akan mampu survive. Dalam Blue Ocean Strategy, bahkan cara pandang pun harus diubah.
Kita juga demikian. Kalau kita bekerja dengan cara yang biasanya, metode yang biasanya dan dengan intensitas yang biasanya, kita akan memperoleh hasil yang biasa-biasa saja. Sesuatu yang dianggap biasa saja tidak akan mampu mendongkrak karir kita. Dibutuhkan prestasi yang luarbiasa untuk mendongkrak karir satu level lebih tinggi. Padahal kita ingin karir kita terdongkrak lebih satu level bukan?
Jadi, jika kamu commited ingin mencapai karir setinggi mungkin, ya dibutuhkan cara yang berbeda dari biasa, pendekatan yang berbeda dari biasanya, upaya yang lebih keras dari biasa, intensitas yang lebih dahsyat dari biasanya. Kongkritnya apa? Datang lebih pagi, supaya ada kelebihan waktu buat baca. Tambah pengetahuan kamu. Kuliah lagi kalau perlu. Internet adalah salah satu sumber bacaan yang sangat lengkap mengenai apa saja. Jalin networking baik internal maupun eksternal perusahaan. Ciptakan minat dan join perkumpulan. Networking juga cara yang bagus untuk kumpulkan berbagai informasi. Ingat, informasi adalah kunci memperoleh kemenangan. Terakhir, kerja smart saja tidak cukup. Tetap kerja keras. Jangan tunda apapun hingga besok apalagi lusa. Selesaikan hari ini juga, bahkan diakhir minggu. Kerja smart dan hard. Challenge your limits.